.
Link https://www.facebook.com/haryopanuntun/videos/1599798550112141/
Sabtu, 17 Februari 2018
*
Well Formed Outcome, teknik mempertajam tujuan khas NLP
“Bagaimana mungkin seseorang tidak memiliki tujuan? Bukankah tujuan adalah versi lebih besar dari keinginan?”Demikian celoteh seorang rekan ketika membicarakan topik yang satu ini. Kalimat yang ia utarakan ada benarnya, bagimana mungkin seseorang tidak memiliki tujuan? Maka ijinkan saya menegaskan bahwa SEMUA orang waras pasti memiliki tujuan, hanya saja TIDAK SEMUA memiliki tujuan yang berlandaskan KEJELASAN (CLARITY), yang mampu membangkitkan kesadaran dirinya untuk senantiasa membuat KEPUTUSAN yang efektif dan mendorongnya untuk selalu berusaha tanpa pernah menyerah, mengerahkan segala sumber daya dalam dirinya sebaik mungkin.
Dalam keilmuan NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING (NLP), kejelasan akan tujuan ini disebut dengan nama WELL FORMED OUTCOME (WFO), maka tugas kita adalah merumuskan ulang tujuan agar memasuki kriteria yang ditetapkan dalam strktur sebuah WFO.
Tujuan dari WFO ini adalah kita merasa penuh daya untuk mencapai apa yang kita mau dapatkan. Ada pula yang mengatakan, dengan WFO ini kita “merasa” sudah benar-benar yakin untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengan kemungkinan gagal hanya sedikit. Dan, karena bagi praktisi NLP sendiri tidak mengenal kata gagal, yang ada hanyalah feedback dari usahanya saja.
Dengan begitu, tujuan yang mau di dapatkan sudah menjadi hak mutlak yang sangat layak ia dapatkan. Jadi, dalam merancang suatu hasil, tujuan, impian (outcome) ada baiknya memenuhi kriteria berikut :
- Ungkapkan dalam kalimat positif.
- Pastikan outcome berada penuh dalam kendali penuh
- Upayakan sespesifik mungkin
- Memiliki tolok ukur dan bukti secara indrawi
- Kontekstual
- Memiliki sumber daya
- Mempertimbangkan keselarasan (ekologis)
- Tetapkan langkah pertamanya
Contoh dalam konteks Coaching, Konseling, dan Terapi
Dinyatakan dalam kalimat positif
Bagi yang mempelajari keilmuan hipnoterapi tentu pernah mendengar bahwa pikiran manusia bekerja dengan imajinasi dan akan lebih optimal memasukkan kalimat POSITIF, karena pikiran manusia sulit membedakan negatif dan positif.Contohnya saja, ketika saya katakan “Jangan bayangkan WAJAH KELUARGA Anda.” Meski saya katakan ‘jangan’, untuk sepersekian detik Anda harus memunculkan dulu wajah keluarga Anda, karena kata keluarga punya MAKNA tersendiri bagi Anda dalam bentuk gambaran tertentu, barulah kata jangan diproses, yang dalam hal ini malah membuat prosesnya menjadi rancu.
Akan lebih positif dan spesifik kalau saya memberikan instruksi yang tegas, “Bayangkan TEMPAT TINGGAL Anda.” Pikiran manusia bekerja dengan sangat cepat, frasa ‘Jangan bayangkan wajah keluarga.’ malah berpotensi memunculkan pertanyaan dalam diri “Lalu saya harus bayangkan apa?” yang alhasil karena tidak ada arahan spesifik maka wajah keluargalah yang dimunculkan dulu, untuk kemudian dibantah dengan instruksi jangan (ini yang membuat prosesnya rancu).
Ada kalanya dalam sesi coaching, ketika kita bertanya “Jadi apa yang Anda inginkan dari proses ini?” klien justru menjawab “Saya tidak mau situasinya lebih memburuk.”
Meski kalimat itu menyiratkan keinginan, tapi belum ada tujuan yang jelas disana. Karena kalimat itu dinyatakan dalam bentuk ‘Saya tidak mau…’, pertanyaan yang bisa kita ajukan adalah “Baik, saya jadi tahu apa yang Anda TIDAK INGINKAN, sekarang boleh saya tahu apa yang Anda INGINKAN?” Percaya atau tidak, kalimat ini akan memberikan dampak luar EDUKATIF biasa bagi klien tentang hal yang seharusnya ia lakukan.
Namun tidak cukup sampai disini, meski klien sudah menjawab dengan uraian positif, tugas Anda adalah membuatnya menjadi SPESIFIK. Hal ini akan dibahas di uraian berikutnya.
Dinyatakan secara spesifik dan bisa dipetakan dengan sistem penginderaan
Contohnya saja, klien menjawab “Saya ingin sembuh dari penyakit ini dan menjalani hidup dengan sehat.” Sekilas kalimat itu nampak spesifik bukan? Faktanya tidak begitu.NLP sangat membahas ketepatan MAKNA, maka makna SEMBUH dan SEHAT dalam frasa itu haruslah disepakati, seperti apa kriterianya dan kriteria itu harus bisa dipetakan dengan SISTEM PENGINDERAAN (REPRESENTATIONAL SYSTEM). Artinya, kriteria sembuh dan sehat yang disebutkan klien haruslah bisa dipahami, dibuktikan dan disadari oleh penginderaan klien sebagai tanda bahwa yang ia inginkan sudah tercapai.
Kita bisa menindaklanjuti dengan pertanyaan “Bagaimana Anda tahu Anda sudah sembuh dan sehat? Apa BUKTI yang bisa kita sepakati bersama bahwa Anda sudah sembuh dan sehat sehingga kita bisa menyudahi proses coaching ini?”
Bisa saja klien menjawab:
- Kalau saya sudah melihat rekap medis dokter menyatakan saya sehat (indera VISUAL)
- Kalau rasa sakit ini hilang (indera KINESTHETIC)
- Kalau dokter bilang saya sembuh (indera AUDITORY)
Intinya tahapan spesifik disini perlu kita perdalam sampai tahapan dimana tingkat tercapainya tujuan ini menjadi TERUKUR dan menjadi titik KESEPAKATAN bersama antara coach dan klien. Selama ukuran ini belum terpenuhi sepenuhnya, maka bisa dikatakan bahwa tujuan yang klien harapkan belumlah tercapai dan tugas kita sebagai coach belumlah selesai.
Maka poin lanjutan yang perlu kita pahami juga disini yaitu memastikan bukan hanya terukur, namun juga REALISTIS. Artinya, tujuan ini disepakati bersama dalam sebuah proses KEMITRAAN (PARTNERSHIP) berbentuk coaching, akan terasa ganjil jika tujuan yang ditetapkan justru tidak realistis dan sulit dibuktikan/dicapai dengan memperhitungkan sumber daya yang dimiliki klien, disini maka kita akan membahas apa yang ada di poin berikutnya.
Berada dalam kendali pencapaiannya
Inilah salah satu pengejewantahan dari poin realistis, di titik ini kita mulai melakukan proses CHUNKING atau MEMECAH tujuan yang diinginkan menjadi langkah-langkah kecil yang bisa kita KENDALIKAN PROSES-nya.Contohnya saja dalam kasus kesehatan tadi, maka kita akan membedah apa saja yang bisa klien kendalikan dan apa yang tidak bisa klien kendalikan. Klien bisa mengendalikan upayanya agar menjadi pribadi yang lebih sehat, tapi ia tidak bisa mengendalikan hasilnya secara penuh, maka tugas kita adalah memaksimalkan upaya pribadi itu agar bisa membantunya menjadi pribadi yang sehat menurut pertimbangan logis yang ada.
Disini juga kita mulai menggeser fokus kita dari tujuan AKHIR, menjadi tujuan PROSES. Dalam prosesnya nanti tugas coach adalah mengawal jalannya proses ini agar selaras dengan hasil akhir yang kita inginkan.
Dalam kasus lain, bidang PENJUALAN misalnya. Seorang sales perlu mengetahui mana target yang bisa ia kendalikan dan yang mana yang tidak. Ketika seorang sales menetapkan angka tertentu sebagai tolak ukur keberhasilan pencapaiannya, ia perlu menyadari bahwa ada hal yang berada di luar kendalinya, yaitu KEPUTUSAN konsumen untuk membeli, maka tugas coach adalah merumuskan tujuan proses yang bisa MEMINIMALISIR celah antara hal yang bisa dikendalikan dan yang tidak bisa dikendalikan.
Ekologis, tidak merusak keseimbangan sistem
Kata EKOLOGIS adalah salah satu kata yang sangat khas dalam NLP, maksud dari frasa ini yaitu tujuan yang ditetapkan TIDAK MERUSAK atau mempengaruhi aspek kehidupan klien secara negatif.Contohnya saja klien yang ingin memecahkan omzet penjualan dua kali lipat, ternyata untuk bisa melakukan ini ia harus bekerja dua kali lipat lebih keras dari sebelumnya, perlu kita sadari bahwa tujuan ini tidak ekologis untuk kesehatan klien dan keluarga yang ditinggalkannya untuk bekerja.
Dengan kata lain, kita bisa meminimalisir kemungkinan negatif yang klien harus korbankan dalam proses menuju pencapaian tujuan ini. Karena kemungkinan negatif yang tidak disadari berpotensi menjadi hambatan tersembunyi dari dalam (MENTAL BLOCK).
Meski rencana klien sangatlah strategis namun ketika itu dilaksanakan ternyata merusak sendi-sendi kehidupannya, maka rencana itu tidaklah ekologis dan perlu dievaluasi lebih jauh. Dalam sesi coaching saya bersama klien, ada satu proses bernama BELIEF SYSTEM CHECK LIST, di proses ini juga kita bisa mengenali sistem keyakinan dalam diri klien untuk bisa mengantisipasi adanya keyakinan-keyakinan masa lalu yang membuat prosesnya berjalan tidak ekologis.